Tindak Pidana Terhadap Makar (Studi Analisis KUHP Pasal 104, 106, dan 107dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah)

Tindak Pidana Terhadap Makar (Studi Analisis KUHP Pasal 104, 106, dan 107dan Fiqh Al-Syāfi’iyyah)
Universitas Islam Al-Aziziyah Indonesia (UNISAI)
2021
11-01-2021
Indonesia
Bireuen
Fiqih ( Hukum Islam), Hukum Acara Perdata Dan Pengadilan
Pidana
Skripsi
Fakultas Syariah
Program Studi HKI
Ya
Ya

Makar di Indonesia sangat penting dengan kondisi masyarakat karena banyak
permasalahan-permasalahan yang muncul dan sulit diselesaikan dan menyebabkan
masyarakat yang tidak mengetahui tentang arti makar ikut melawan dan menghina
simbol negara. Bagi masyarakat pada umumnya agar mengetahui sampai sejauh
mana suatu perbuatan itu dikatakan sebagai tindak pidana makar dan untuk
menghindari terjadinya kesimpangsiuran atau salah pengertian masyarakat pada
umumnya mengenai tindak pidana makar. Karena di dalam figh Al-Syāfi’iyyah
menjelaskan salah satu unsur dari pemberontakan (al-baghyu) selalu bersifat
demonstratif yaitu selalu didukung oleh kekuatan bersenjata, sedangkan makar dalam
KUHP tidak menjelaskan seluruhnya khususnya di dalam Pasal 104, 106 dan 107.
Rumusan masalah: apa saja unsur tindak pidana makar pada pasal 104, 106 dan 107
KUHP. Bagaimana tindak pidana makar dalam pasal 104, 106 dan 107 dalam
tinjauan fiqh Al-Syāfi’iyyah. Tujuan untuk mengetahui unsur tindak pidana makar
pada pasal 104, 106 dan 107 KUHP dan untuk menegtahui tindak pidana makar
dalam pasal 104, 106 dan 107 dalam tinjauan fiqh Al-Syāfi’iyyah. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif pendekatan
normative dan bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa unsur-unsur
di setiap Pasal 104, 106 dan 107 KUHP yang didalamnya terdapat dua unsur yakni
unsur subyektif dan unsur obyektif. Pasal 104 terdapat unsur subyektif: dengan
maksud, unsur obyektif: makar, yang dilakukan, unruk menghilangkan nyawa, untuk
merampas kemerdekaan, untuk tidak mampu memerintah, Presiden dan Wakil
Presiden. Pasal 106 terdapat unsur subyektif: dengan maksud dan unsur obyektif:
makar, yang dilakukan, membawa ke bawah kekuasaan asing, wilayah negara,
seluruh atau sebagian, memisahkan dan sebagian wilayah negara. Pasal 107 terdapat
unsur subyektif: dengan maksud dan unsur obyektif: makar, yang dilakukan dan
merobohkan pemerintah. Dari segi perbedaan, dalam fiqh Al-Syāfi’iyyah pelaku
pemberontak diberikan sanksi apabila kejahatan dilakukan, dengan kata lain tindakan
pemberontak akan diberi sanksi setelah adanya perintah untuk bertobat dan tidak mau
maka akan mendapatkan sanksi. Sedangkan dalam hukum positif, pelaku makar akan
diberi sanksi tanpa didahului oleh perintah untuk bertaubat. Sedangkan dalam hal
persamaannya adalah baik pelaku pemberontak maupun makar, keduanya bisa
dijatuhi hukuman mati.

edit_page


Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login.