Hukum Hadhānah Terhadap Laqīth Dalam Perspektif Fiqh Syāfi’iyyah Dan Khi
Hampir setiap hari media cetak maupun elektronika menayangkan berita tentang bayi-bayi yang dibuang oleh orang tuanya yang tidak bertanggung jawab. Di dalam syari’at Islam telah diperintahkan kepada umatnya agar berbuat saling tolong menolong di dalam kebaikan dan ketakwaan, diantaranya dengan memungut/ merawat/ menjaga anak temuan, karena dengan merawat / memelihara kehidupan manusia maka seolah-olah telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Permasalahan anak temuan ini telah dibahas dibeberapa kitab fiqih yang dikenal dengan istilah al-laqīth, yang didefinisikan sebagai seorang anak yang hidup, yang belum baligh, yang dibuang orang tuanya karena mereka takut akan kemiskinan (tidak sanggup mendidiknya dan menafkahinya), atau untuk menutupi suatu perbuatan zina. Maka rumusan masalah: Bagaimana ketentuan hadhānah dalam perspektif fiqh syāfi’iyyah dan KHI dan bagaimana hukum hadhānah terhadap laqĩth dalam perspektif fiqh syāfi’iyyah dan KHI. Tujuanya untuk mengetahui lebih lanjut ketentuan-ketentuan hadhānah dalam perspektif fiqh syāfi’iyyah dan untuk mengetahui kejelasan hukum hadhānah terhadap laqĩth dalam perspektif fiqh syāfi’iyyah dan untuk memahami serta mendiskripsikan tentang hukum hadhānah terhadap laqĩth dan untuk memahami serta memberi gambaran kedepan bagi para pembaca tentang hukum tersebut dalam pandangan fiqh syāfi’iyyah. Metode penelitian dalam skripsi ini bersifat kualitatif yakni pendekatan yang berupaya memahami gejala-gejala yang dihadapi dengan menafikan segala hal yang bersifat kuantitatif. Dalam pengumpulan data peneliti melakukan telaah pustaka, sedangkan analisis data melalui pengamatan menggunakan teknik analisis model observasi dimana semua data  setelah terkumpul akan diolah satu persatu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Ketentuan hadhânah baliqh, mampu dalam mendidik, amanah dan berbudi, islam, ibu yang belum menikah, merdeka dan menurut Syāfi’iyyah dan KHI, status hukum anak temuan atau laqĩth adalah merdeka karena pada dasarnya anak adam dan pengikunya adalah merdeka. Dalm Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 39 ayat 5. Biaya hidup atau nafkah anak tersebut ditanggung oleh Baitul Mal jika anak tersebut tidak mempunyai harta dan orang yang memungutnya juga tidak mampu menafkahinya. Begitu juga sebaliknya jika anak temuan tersebut meninggal dunia dengan meninggalkan warisan, tetapi tidak mempunyai ahli waris maka hartanya diserahkan ke Baitul Mal.
edit_page
 
        					    Untuk membaca file lengkap dari naskah ini, Silahkan Login. 
    					    
